JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO-Wacana mengubah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dari pemilihan langsung olah masyarakat ke penunjukan oleh anggota legislatif di DPRD disebut dinilai sebagai langkah mundur dalam praktik demokrasi.
Hal ini disampaikan akademisi Universitas Jambi (Unja), Dr A Zarkasi usai menghadiri acara refleksi pengawasan pemilu 2024 bersama Media, OKP, BEM dan Pemilih Pemula di Teras Mandalo, Senin (23/12) kemarin.
"Saya pikir dengan mengembalikan pemilihan kepala daerah ke legislatif merupakan langkah mundur. Sebab sistem ini sebelumnya sudah pernah kita coba dan lakukan," ujarnya.
BACA JUGA:Sudah Siapkan Dokumen dan Bukti, Sidang Sengeketa Pilkada Digelar 8 Januari
BACA JUGA:Pemerintah Kaji Penghematan Pilkada Lewat DPRD
Menurutnya, dengan sistem pemilihan langsung seperti saat ini mungkinkan semua orang terlibat. Sehingga tingkat tingkat demokratis jauh lebih tinggi ketimbang dipilih DPRD.
"Walaupun lewat DPRD, tidak ada jaminan juga ada kost politik besar yang dikeluarkan kandidat," sebutnya.
Menurutnya, yang jauh lebih penting adalah bagaimana memperkuat sistem pemilihan langsung yang sudah berjalan. Ini penting untuk menutupi kelemahan yang ada agar proses demokrasi semakin matang kedepan.
"Salah satu contohnya saja, bagaimana proses rekrutmen penyelenggara harus dilakukan oleh pansel yang benar-benar independen agar proses Demokrasi kita berjalan secara per," sebutnya.
Kemudian, kata A Zarkasi, memperluat aturan agar sanksi bagi partai atau calon yang terlibat dalam mahar politik.
“Tidak lagi mesti pemberian uang selesai dilakukan. Tetapi, bagi partai politik, jika sudah ada permintaan uang kepada partai politik terkait pencalonan, sanksi tegas sudah bisa dijatuhkan,” katanya.
Hal yang sama juga akan berlaku bagi calon kepala daerah. Apabila calon menawarkan janji pemberian tertentu kepada partai politik, maka bisa dikenakan sanksi yang tegas.
"Perlu juga menguatkan aparatur penegakan hukum pemilu, untuk lebih tegas melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran kampanye, khususnya dana kampanye yang tidak jujur, serta penjatuhan sanksi kepada pelaku politik uang,” pungkasnya. (*)