JAKARTA-Potensi sumber daya dan cadangan batu bara yang dimiliki Indonesia perlu dimanfaatkan secara optimal melalui peningkatan produk hilirisasi batu bara yang dapat mensubstitusi bahan bakar minyak maupun gas, serta bahan baku industri kimia.
“Pemerintah mendorong hilirisasi batu bara untuk dapat mensubstitusi bahan bakar dan bahan baku industri kimia, seperti metanol dan DME. Diproyeksi kebutuhan batu bara untuk hilirisasi semakin meningkat,” ujar Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Lana Saria dalam Sarasehan “Peran Strategis Batu Bara dalam Transisi Energi” yang digelar Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Jumat.
Selain Lana, sarasehan menampilkan pembicara Wakil Ketua Umum Indonesia Mining Association (IMA) Ezra Leonard Sibarani, Senior Vice President Pengembangan Batu Bara PT PLN Energi Primer Indonesia Eko Yuniarto, praktisi teknologi Boedi Widatnodjo, dan Kepala Pusat Kebijakan Keenergian ITB Dr Ir Retno Gumilang Dewi.
Lana mengungkapkan guna mengantisipasi ancaman global terhadap batu bara, maka pemanfaatan batu bara ke depan harus diimbangi dengan teknologi yang ramah lingkungan untuk mengurangi emisi CO2, sehingga dapat mendorong batu bara sebagai sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Peranan batu bara makin penting karena pemanfaatan energi terbarukan di masa transisi energi saat ini baru sekitar 2 persen dari potensi yang ada.
BACA JUGA:Surat Suara Pemilihan Presiden Sudah di Gudang
BACA JUGA:Siswi SMA Dibawa Kabur Pacar ke Sidoarjo
“Batu bara saat ini masih dominan 42,4 persen, diikuti BBM 31,4 persen dan gas serta NRE (new renewable energy). Jadi masih menjadi sumber energi utama, karena potensi batu bara masih sangat besar dibanding sumber energi lainnya,” ungkap Lana.
Pada 2023, target produksi batu bara nasional mencapai 694,5 juta ton. Produksi tersebut ditujukan untuk domestic market obigation (DMO) 176,8 juta ton dan ekspor 517,7 juta ton.
“Untuk produksi sampai November mencapai 710,75 juta ton batu bara. Dengan asumsi produksi rata-rata per bulan 64,6 juta ton, hingga akhir tahun diproyeksi sebesar 775,17 juta ton atau 111 persen dari target tahun 2023,” kata Lana.
Tidak hanya sebagai penopang sumber energi nasional, kontribusi batu bara bagi penerimaan negara juga cukup besar. Melalui royalti terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kontribusi batu bara tercatat menjadi yang terbesar dibanding komoditas mineral dan batu bara lainnya, seperti emas dan tembaga.
“Hingga 11 Desember 2023, PNBP dari royalti batu bara mencapai Rp94,59 triliun, melampaui target dalam PNBP 2023 sebesar Rp84,26 triliun,” kata Lana.
Menurut Wakil Ketua Umum IMA Ezra Leonard Sibarani, batu bara sangat seksi dua tahun belakangan ini, harganya juga bagus. Dari total produksi 685 juta ton pada 2022, sekitar 30 persen ditujukan untuk domestik dan sisanya ekspor.
“Kita ini memang salah satu eksportir terbesar, walaupun tidak memiliki reserve batu bara yang besar,” katanya.
Merujuk pada data cadangan batu bara dari Kementerian ESDM, lanjut Ezra, jika produksi diasumsikan 700 juta ton per tahun, maka cadangan batu bara baru akan habis 47-50 tahun ke depan.