"Apapun kami bahas, termasuk mendeteksi setiap ada permasalahan. Yang pasti kami selalu berupaya agar kejaksaan benar-benar bekerja sesuai tugas, pokok dan fungsi," kata dia.
Namun, 1,5 bulan sebelum akhir tahun 2023, salah satu kejari di Jatim diterpa masalah kasus. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan tindak operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan jaksa di Kabupaten Bondowoso, termasuk seorang kepala kejari.
KPK, bahkan menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi suap pengurusan perkara di wilayah Bondowoso.
Mia pun bertindak cepat. Tidak lama setelah peristiwa itu, ia melantik Kajari Bondowoso yang baru. Mia berpesan agar kajari segera mengembalikan situasi kerja dan memintanya untuk memotivasi seluruh jajaran agar bangkit serta kembali beraktivitas melaksanakan kegiatan penegakan hukum.
Mia meminta para asisten dan kajari, beserta segenap jajaran di wilayah Kejati Jatim untuk dapat menjadikan peristiwa Bondowoso sebagai cambuk dan bahan intropeksi diri. Ia juga meminta kepercayaan yang dititipkan oleh masyarakat terhadap kejaksaan jangan lagi dikhianati.
"Tidak bosan kami mengingatkan, namun masih ada saja permasalahan. Semoga peristiwa itu menjadi pelajaran dan kejaksaan wajib bangkit kembali. Ingat, hari esok masih ada dan harus lebih baik dari hari ini," ucapnya.
Selain itu, sejumlah perkara menonjol yang menjadi atensi publik karena penanganannya dinilai berlarut-larut, akhirnya dituntaskan, salah satunya perkara pelecehan seksual yang dilaporkan oleh sejumlah siswa di Kota Batu yang melibatkan pendiri sekolah tersebut.
Kolaborasi Forkopimda
Pertama menginjakkan kaki di tanah Jatim, Mia sempat diragukan. Tapi, semua itu dibuktikan dengan hasil capaian serta segudang prestasi.
Bersama para pejabat Forum Koordinasi Pemimpin Daerah (Forkopimda) Provinsi Jatim, ia berkolaborasi serta melakukan inovasi membawa nama institusi diakui oleh seluruh pihak.
Bahkan, dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Mia melakukan terobosan-terobosan, di antaranya yang paling fenomenal adalah pendirian Rumah Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif.
Kejaksaan Agung RI sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Penerapannya diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum yang diterbitkan pada 22 Desember 2020.
Kejati telah mendirikan ratusan Rumah RJ yang tersebar di 38 kabupaten/kota wilayah provinsi setempat. Tak hanya di lingkungan desa/kecamatan maupun universitas, pendirian Rumah RJ juga telah ada di sekolah-sekolah, khususnya tingkat menengah atas. Se-Jatim, jumlahnya ribuan Rumah RJ.
Ketika jaksa melihat bahwa suatu perkara tidak cukup layak untuk diteruskan ke pengadilan, maka bisa dilakukan penghentian penuntutan dengan menerapkan keadilan restoratif.
Tentu ada persyaratan-persyaratannya, seperti pelaku bukan seorang residivis. Selain itu tidak ada niat jahat dari pelaku melakukan tindak pidana, termasuk ancaman pidananya tidak lebih dari lima tahun.
Diharapkan pendirian Rumah RJ dapat menjadi alternatif penyelesaian perkara tindak pidana, yang mekanismenya difokuskan menjadi proses dialog dan mediasi dengan melibatkan beberapa pihak dan didorong menciptakan kesepakatan atau penyelesaian perkara secara damai.