JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Anggota Bawaslu Puadi menyatakan bantuan sosial (bansos) merupakan program pemerintah yang tidak ada hubungannya dengan pemilu.
Meski demikian, dia menyebutkan, apabila bansos digunakan sebagai alat untuk menjanjikan atau memberikan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung atau tidak langsung maka dapat dikualifikasi sebagai politik uang.
Dia menjelaskan bentuk menjanjikan atau memberikan yang diatur oleh Undang Undang yakni seperti untuk memilih peserta pemilu tertentu, ataupun tidak menggunakan hak pilihnya, memilih parpol peserta pemilu tertentu, serta memilih calon anggota DPD tertentu.
"Politik uang tidak hanya dimaknai dengan pemberian saja melainkan ketika sudah ada menjanjikan itu dinamakan politik uang," ungkap dia dalam Diskusi Media bertema 'waspada tsunami politisasi bansos pada Pemilu 2024.
Puadi menerangkan dalam hal bansos digunakan dengan cara melawan hukum secara tidak sesuai mekanisme dan peruntukannya oleh pejabat negara untuk menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu maka berlaku Pasal 547 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
BACA JUGA:Melanggar Aturan Kampanye, Bawaslu Akan Musnahkan Ribuan APK
BACA JUGA:TKD Prabowo Gibran Makan Siang di Rumah Dinas, Bawaslu Bakal Klarifikasi Bupati Tanjab Barat
Dalam hal ini, Puadi memastikan Bawaslu akan mengimbau kepada pihak terkait untuk tidak menyalahgunakan bansos tersebut untuk kepentingan pemilu. "Kita (Bawaslu) nanti akan memberikan himbauan kepada pihak terkait dalam kaitannya dengan bansos yang berhubungan dengan kampanye pemilu. Tapi tidak kemudian penyelenggara untuk menahan (bansos)," kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi itu.
Pembicara lain dalam diskusi ini, Mike Verawati dari Koalisi Perempuan Indonesia mengatakan terkait bansos tersebut lembaga negara perlu melakukan peran dan fungsinya masing-masing, senyampang dengan pengawalan yang dilakukan masyarakat sipil.
"Perlujuga sinergi kuat dan masyarakat tetap diperkuat mereka menghadapi pemilu tantangananya yang tidak mudah. Masyarakat juga diharapkan punya kesadaran kritis serta memiliki kemampuan untuk melaporkan kasus dugaan pelanggaran yang ditemukan di tempat masing-masing," papar Mike.
Penggiat Kepemiluan Abhan menilai Pemilu 20024 merupakan masa bangsa Indonesia menuju demokrasi substantif. Untuk mewujudkan demokrasi substantif, dia memandang membutuhkan komitmen bersama untuk menjaga integritas, baik proses maupun hasil pemilu itu sendiri.
"Dari proses tidak ada abuse of power, tidak ada penyalahgunaan wewenang, tidak ada yang melanggar aturan main dalam pemilu, hasilnya pemilu yang luber dan jurdil. Peran ini tidak hanya penyelenggara saja tapi peserta pemilu itu sendiri, masyarakat dan negara," ucap Ketua Bawaslu Periode 2017-2022 itu.
BACA JUGA:Terkait Logistik Pemilu, Bawaslu Ingatkan KPU Agar Tak Kecolongan dari Banjir
BACA JUGA:Bawaslu Akan Tertibkan dan Inventarisir APK Dikawasan Dilarang
Sementara Arif Nur Alam dari Indonesia Budget Center memandang potensi tsunami politisasi bansos sangat mungkin. Baginya, politisasi bansos potensinya besar karena sekarang ini baru dilihat pada porsi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), belum dilihat dari proporsi APBD. Oleh karena itu pemilih, penyelenggara, peserta termasuk penyelenggara negara harus memastikan proses bansos tidak dijadikan bancakan untuk politik pemenanangan.
"Maka dari itu perlu transparasnsi dan akuntabilitas program bansos,seiring dengan itu pelaksana bansos harus mengedapankan prinsip netralitas profesionalitas dan inklusif berkeadilan. Masyarakat perlu mengawal bansos. Mudah-mudahan pada masa tenang tidak ada bansos yang digunakan," papar Arif. (gwb)