JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 12/PUU-XXII/2024 memeberi angin segar bagi calon anggota legislatif (Caleg) terpilih pada 2024. Soalnya putusan ini membuka ruang bagi Caleg terpilih pada Pemilu yang dihelat 14 Februari kemarin bisa mencalonkan diri tanpa harus mundur.
Ruang ini terbuka setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) terkait UU Pilkada. Keduanya meminta MK menyatakan syarat pengunduran diri tak hanya berlaku bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD, tetapi juga caleg terpilih.
Gugatan itu dilayangkan mahasiswa FH UI bernama Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan. Gugatan itu teregistrasi pada 9 Januari 2024. "Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tulis MK dalam amar putusannya, Kamis (29/2) kemarin.
Dalam pertimbangannya, MK menilai gugatan pemohon tidak proporsional terkait dengan keharusan bagi anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD untuk mengundurkan diri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada. Sebab, dalam syaratnya, hanya dipersyaratkan memberitahukan kepada pimpinan jika maju dalam Pilkada.
"Alasan pembentuk Undang-Undang bahwa jabatan DPR, DPD, dan DPRD adalah bersifat kolektif kolegial, sehingga jika terdapat anggota DPR, DPD, atau DPRD mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsinya, tidaklah cukup untuk dijadikan alasan pembedaan perlakuan tersebut," tulis MK.
Dalam putusan ini, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari satu orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. Dia menilai anggota legislatif yang harus mundur sejak ditetapkan sebagai peserta Pilkada.
"Sesuai Pasal 7 ayat (2) huruf s UU 10/2016, anggota legislatif aktif harus mundur dari jabatannya sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan kepala daerah tanggal 22 September 2024, namun demikian dirinya masih menyandang status sebagai calon anggota legislatif terpilih yang belum dilantik pada 1 Oktober 2024. Pasal 53," ucapnya.
"A quo secara normatif hanya mengatur kewajiban mundur bagi anggota legislatif aktif, sehingga akan muncul pertanyaan apakah dalam situasi demikian maka yang bersangkutan ketika sudah dilantik menjadi anggota legislatif 2024 harus mundur dari jabatannya sebagai anggota legislatif untuk kedua kalinya. Ataukah dia tetap berhak menyandang status sebagai anggota legislatif karena pada saat dilantik menjadi anggota legislatif 2024 dirinya sudah melewati tahapan penetapan pasangan calon kepala daerah," sambungnya.
Komisioner KPU Provinsi Jambi Divisi Teknis, Yatno mengatakan bahwa terkait putusan MK tersebut, sepenuhnya merupakan kewenangan KPU RI. Sebagai penyelenggara ditingkat Provinsi, pihakanya hanya menjalankan regulasi yang sudah ditetapkan dari pusat.
“Terkait putusan MK, kami tidak bisa memberikan jawaban, karena kewenangan sepenuhnya berada di KPU RI,” ujarnya, Jumat (1/3) kemarin.
Mantan Ketua KPU Kota Jambi ini menyebutkan bahwa saat ini belum ada petunjuk apapun yang diberikan oleh KPU RI. “Kami di daerah hanya melaksanakan regulasi saja. Sifatnya kita juga menunggu,” jelasnya.
Sementara itu, pengamat politik Jafar Ahmad menilai bahwa mundur atau tidaknya caleg terpilih tidak menjadi persoalan dalam kontestasi Pilkada. Karena kehadiran caleg terpilih tersebut tidak memberikan efek elektoral terhadap pemenangannya di Pilkada.
“Saya tidak dalam posisi menilai putusan MK, tetapi dalam konteks Pilkada, Caleg terpilih tersebut tidak memberikan efek electoral terhadap pecalonannya,” katanya.
Ini berbeda dengan kepala daerah yang apabila harus mundur untuk maju di Pilkada. Menurutnya, kepala daerah aktif memiliki efek electoral karena memiliki kekuatan untuk menggerakan birokrasi.
“Kalau kepala daerah justru memiliki pengaruh, karena dia bisa menggerakan semua kekuatan. Misalnya birokrasi atau kekuatan lain,” sebutnya.