Dulu Dianggap Limbah, Kini Jadi Energi Alternatif
INSTALASI PLTS: Petugas KSU Nugraha Jaya saat menunjukkan instalasi PLTS-Biogas di Kuningan, Jawa Barat. FOTO: ANTARA/FATHNUR ROHMAN --
Para peternak di sini memanfaatkan biogas, dari kotoran sapi yang diolah menjadi energi terbarukan.
Kehadiran PLTS-biogas ini juga menarik perhatian berbagai kalangan. Salah satunya Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin yang menyempatkan waktu untuk bertandang ke Kuningan pada Juli lalu.
Bey menyebut inovasi ini sebagai langkah besar menuju masa depan yang lebih hijau. Sebab dengan pengaplikasian PLTS-biogas, para peternak bisa merasakan sejumlah manfaat.
Misalnya, pencemaran sungai akibat limbah kotoran sapi berkurang menjadi 657 ton per tahun, dan emisi gas rumah kaca turun hingga 848,65 ton CO2 equivalent per tahun.
Peternak juga bisa merasakan penghematan biaya yang signifikan, dengan nilai mencapai Rp94,5 juta per tahun dari penggunaan PLTS dan Rp17,7 juta per tahun dari pemanfaatan biogas sebagai pengganti LPG.
Di tengah krisis iklim yang mengancam, koperasi itu menunjukkan bahwa solusi lokal dapat memberikan dampak global, terutama dalam pemanfaatan energi terbarukan.
Meskipun bukan yang pertama, kelompok ini menjadi pelopor dalam pemanfaatan biogas sebagai sumber energi terbarukan di Kuningan.
Mengolah Limbah
PLTS-biogas di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, ini merupakan karya cemerlang dari para peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), yang kemudian dipercayakan kepada koperasi tersebut untuk dikelola.
Keberadaan fasilitas ini merupakan bagian dari komitmen Jawa Barat untuk memanfaatkan sumber energi dari feses sapi, sekaligus memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar.
Proyek inovatif ini dimulai pada 2017, ketika Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah di bidang energi.
Instalasi pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas yang dikelola KSU Nugraha Jaya di Kuningan, Jawa Barat. ANTARA/Fathnur Rohman
Saat itu, tim peneliti ITB segera melakukan survei ke berbagai lokasi di provinsi tersebut. Salah satu wilayah yang dipilih adalah Kabupaten Kuningan.
Diskusi dengan pemerintah setempat pun dilakukan. Hasilnya mengungkapkan masalah serius dihadapi masyarakat, yakni pencemaran lingkungan akibat limbah peternakan yang mengalir hingga ke wilayah perkotaan.
Berdasarkan temuan ini, tim ITB langsung mengajukan proposal untuk membangun sistem pengolahan limbah yang inovatif, dengan mengadopsi sistem bio-slurry.