8 Jam Dari Kota Jambi,Berteduh di Bawah ‘Kanopi’ Hutan
GANTUNGKAN KEHIDUPAN PADA ALAM: Penulis bersama Betapi, perempuan Suku Anak Dalam, bermain bersama sejumlah anak di pedalaman Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, Jambi, Kamis (30/10/2024). FOTO: ANTARA/TNBD/LINA/AA. --
Cerita SAD di Desa Bukit Suban, Air Hitam, Sarolangun
Langit sore menyemburatkan warna jingga ke atas hutan di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, Jambi. Di sinilah perjalanan itu bermula.
---
PERJALANAN yang tidak hanya memaksa kaki melangkah berjam-jam dari Jambi, tetapi juga membawa jiwa menyusuri jejak langkah hidup yang telah berlangsung selama berabad-abad di jantung hutan Jambi.
Bagi sebagian besar orang, hutan ini mungkin tak lebih dari sekumpulan pepohonan dan dedaunan hijau yang luas.
Akan tetapi bagi Betapi, perempuan muda dari Suku Anak Dalam (SAD), hutan ini adalah jantung yang berdenyut, napas yang tak tergantikan, tempat setiap tarikan napasnya berasal, sekaligus rumah yang tak terpisahkan dari hidupnya.
Perjalanan untuk menemui Betapi adalah pengingat keras betapa alam memiliki kuasa untuk membentuk manusia.
BACA JUGA:Bahri Janji Tingkatkan Kesejahteraan Warga SAD, Permudah Akses Layanan Dasa
BACA JUGA:Pj Bahri Diskusi Bersama Warga SAD untuk Sukseskan Pilkada Serentak 2024
Untuk sampai ke desanya, seseorang harus menempuh perjalanan 5 jam dari kota Jambi ke Sarolangun. Lalu 2 hingga 3 jam melalui jalanan rusak hingga tiba di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam.
Dari sini, perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki atau menaiki sepeda motor dengan roda bergerigi godzila melintasi rute yang hanya bisa dilewati oleh mereka yang mengerti rahasia hutan.
Pun untuk bertemu dengannya, harus ada pendampingan dari polisi hutan dan warga setempat. Lebih penting dari itu ada pemimpin adat SAD yakni Tumenggung Jalo dan tetua SAD yang sore itu turut, yakni Selambai dan Gentar.
Di sanalah Betapi dapat ditemui, seorang induk yang dengan lembut memanggil anak-anak dan keluarganya berkumpul di bawah teduhnya kanopi hutan yang menjulang, seolah menjadi atap langit mereka.
Betapi, dengan rambut hitamnya yang panjang hingga pinggang dan wajah yang penuh senyum, memperkenalkan siapa pun yang datang kepadanya dengan keramahan yang sederhana, pada kehidupannya, yang begitu berbeda namun terasa begitu akrab.