Menguji Konsistensi Prof As’ad (3 Modal Nakhodai UIN Jambi)

Topan Prasetya Wibawa, Mantan Mahasiswa IAIN STS Jambi--

Oleh : Topan Prasetya Wibawa*

REGENERASI kepemimpinan di UIN STS Jambi telah bergulir, Mungkin berlebihan dikatakan berjuta harapan (Hope) di sematkan kepada nakhoda yang baru, tapi banyaknya harapan itu  membuktikan adanya kepedulian yang tinggi untuk berkontribusi dalam memajukan pendidikan tinggi di  Jambi ke depan. Tentu semua pihak berharap, Prof Dr As’ad Isma M.Pd Rektor yang belum genap 2 purnama mengenderai BH 12 tersebut akan mampu menjadikan kampus sebagai unified academy  (akademisi pemersatu), bukan sebaliknya.
Ratusan papan bunga, Videotron, Billboard plus Flyer nyaris menghiasi di semua platform media sosial dengan tagline “Selamat & Sukses” belum lama ini. Adalah penanda begitu tak sedikitnya harapan baru di sematkan kepada pria bertubuh semi tambun itu untuk  mampu mengembalikan marwah kampus sebagai mitra setara bagi pemerintah. Mitra yang loyal dan kritis dalam mewujudkan pembangunan di Jambi, yang peduli dengan kesejahteraan masyarakat. Yang mengembalikan ruh kampus sebagai center of excellence atau pusat intelektualisme dan peradaban, dengan ide sekaligus solusi dan praktik cemerlang dalam menyelesaikan masalah Jambi bahkan  Indonesia hendaknya. Rektor kedepan  juga diharapkan menjadi sosok yang mampu membawa kembali kampus sebagai inspirasi terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat. Khususnya di dunia pendidikan, serta kearifan lokal dalam bingkai kesatuan. Kampus kedepan di tangan nahkoda baru janganlah menjadi  menara gading, yang hanya bisa diakses oleh para borjuis, berorientasi finansial belaka, miskin terobosan, kurang inovasi, sehingga gagal merdeka dari belenggu administrasi birokrasi yang menjemukan. Juga harus mampu menjadi garda terdepan yang membangkitkan kepercayaan ummat, gairah peradaban dengan ide-ide besar yang orisinil, unik dan cemerlang. kembali dengan mengembangkan pusat studi. Tidak terjebak konflik dan ego sektoral, dan mampu membawa kemaslahatan bagi siapapun. Menjadi pendamai bagi masyarakat pasca pandemi, menjadi suluh bagi penegakan esensi agama yang humanis dan berwibawa, serta menjadi teladan di tengah dinamika pertarungan global yang dinamis.
Pantaskah berjubel harapan itu dititipkan di pundak Prof As’ad? Jawaban paling puitis adalah ‘biarlah waktu yang akan menjawabnya’. Namun dari tinjauan penulis, harapan tersebut tak berlebihan dan bukan tidak mungkin bisa di emban dengan smoot oleh pria kelahiran Muara Indung sebuah desa kecil di pinggiran Salorangun 53 tahun lalu tersebut.
Setidaknya ada tiga modal diri (personal capital) yang dimiliki Prof As’ad, yang semenjak mahasiswa telah melekat dengan sebutan aktifis.  Dengan basic aktifis-nya penerawangan Prof As’ad tentu berbeda dalam menatap dan melihat berbagai fenomena.
Pertama, kepekaan sosial--dengan kapasitas organisatoris yang dimilikinya, diyakini kemampuan membaca masalah, memecahkan masalah dan kemampuan komunikasi yang baik akan terimplementasi dalam balutan kepekaan sosial. Tentu saja ada pandangan yang luas dalam melihat suatu persoalan. Sehingga membuat Prof As’ad bisa memotret realitas sosial, derita ekonomi mahasiswa/masyarakat yang terpinggirkan, dan termarjinalkan secara ekonomi maupun politik. Oleh karena itu, ia bisa ‘menemani’ mahasiswa/masyarakat serta mencarikan solusinya.  Sebagai mantan  aktifis tentu telah terbangun kepekaan sosial, sehingga bukan saja simpati, tetapi lebih dari itu adalah empati yang disertai dengan tindakan-tindakan nyata. As’ad muda yang juga lahir dari rahim serba ‘keterbatasan’ dengan sendirinya akan menuntunnya menyelesaikaan problem  ‘ribuan’  mahasiswa UIN yang terkendala dalam ekonomi untuk menyelesaikan studi. karena mayoritas yang kuliah di UIN adalah ekonomi menenggah ke bawah.

Modal yang Kedua, tentu saja leadership kepemimpinan. Rasanya persoalan ini bagi Prof As’ad sudah tidak di ragukan lagi, semenjak mahasiswa telah teruji kepemimpinnya, sebut saja di intra kampus kala itu menjadi Ketua Senat Fakultas, memimpin PMII Cabang Jambi, mengomandoi GP Ansor hingga  Ketua FKPT Prov Jambi sekarang ini, jelas dirinya akan punya warna dalam memandang suatu persoalan. Seorang pemimpin itu yang terpenting memiliki perspektif yang luas. 
Ketiga, Manajerial untuk yang satu ini jelas banyak yang meyakini kemampuan mantan Direktur Lembaga Study Dinamika Jambi (Lesdija ) ini.  Semakin terlatih dan terampil kemampuan manajerial-nya. apalagi di tunjang dengan gelar doktor dan guru besar-nya di bidang manajerial sumber daya manusia
Rasanya Prof As’ad tak berlebihan jika di sebut ‘paket komplit’. Dunia akademik bagus, leadersip kuat, manajerial bagus, ditambah lagi memiliki kepekaan sosial yang tinggi dengan visi keindonesiaan dan keislaman yang moderat, maka kemajuan UIN dari berkah personal Prof As’ad untuk UIN dan Daerah Jambi patut untuk kita tunggu bersama.
Namun patut diingat Prof As’ad juga bukan malaikat, cuma manusia biasa yang tentu juga tak luput dari kelemahan sebagai manusiawi. Menyitir sebuah puisi lama, “Prof As’ad adalah pria biasa-biasa saja, dalam ranah akademik dia disebut Maha Guru (Guru Besar), di UIN dia adalah raja, tapi  dalam realita dirinya hanya seorang hamba, makanan paling mewah-nya hanya pecel lele, harta paling berharga-nya  hanya langit sore. “Sebuah mangga bukan dinilai dari bentuknya, tapi tapi dari rasanya” Prof, Semoga !!! (*Mantan Mahasiswa IAIN STS Jambi, Swimming Coach)

Tag
Share