PPATK Blokir 5 Ribu Rekening Terindikasi Bermain Judi Online
Tangkapan layar - Koordinator PPATK Natsir Kongah dalam diskusi bertajuk "Mati Melarat Karena Judi" yang dipantau secara daring dari Jakarta, Sabtu (15/6/2024). ANTARA/Narda Margaretha Sinambela--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan, banyak korban judi online yang mengambil dana dari pinjaman online (pinjol).
Akibatnya, sudah bangkrut, dikejar-kejar utang pula.
Saat ini PPATK telah memblokir sekitar 5 ribu rekening dari 3,5 juta orang yang terindikasi bermain judi online di Indonesia.
Sekitar 80 persen dari jutaan orang itu bermain judi online dengan nominal di bawah Rp 100 ribu. Yang bermain juga dari banyak kalangan. ”Mulai anak SD,” ujar Koordinator Humas PPATK Natsir Konga.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, saat ini pihaknya terus membantu Menko Polhukam dalam hal pemberantasan judi online.
”Semua wajib tetap waspada pola-pola baru yang sangat mungkin dilakukan para mastermind judi online," tutur dia. Di antaranya, yang terdeteksi adalah judi online yang menggunakan fintech, e-wallet, dan bitcoin.
PPATK menganalisis sumber dana yang digunakan untuk bertaruh. Salah satunya menggunakan pinjol. ”Bayangkan kalau sudah habis (uang) masih dikejar utang pinjol dengan (bunga) selangit itu,” katanya.
BACA JUGA:Duet Fikar-Azhar Tunggu Deklarasi, Wacana Koalisi Golkar dan Gerindra Pilwako Sungai Penuh Menguat
BACA JUGA:Polisi Tangkap Tiga Pelaku Penembakan
Berdasar data PPATK, jumlah transaksi judi online melonjak sejak 2020. Pada tahun itu terdapat 5,6 juta transaksi dengan nilai mencapai Rp 15,7 triliun. Angka tersebut naik pada tahun 2021 dengan 43,5 juta transaksi dan nilai mencapai Rp 57,9 triliun.
Sementara itu, Ketua Harian Pencegahan Satgas Pemberantasan Judi Online sekaligus Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan, pemerintah menaruh perhatian pada kejahatan siber yang membawa korban anak-anak. ”Dalam waktu tidak lama kami akan mengeluarkan regulasi mengenai child online protection,” katanya.
Budi menegaskan, anak-anak perlu dilindungi dari kejahatan siber seperti pornografi dan bullying. Termasuk judi online yang sudah merambah ke pelajar.
Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, selama ini pemberantasan judi online belum menimbulkan efek jera karena belum sepenuhnya mengebiri kemampuan bandar judi. Selain KUHP dan UU ITE, seharusnya penegak hukum menjerat dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang hukumannya lebih berat.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meluruskan isu soal korban judi online bakal menerima bansos. ”Jadi, itu terjadi misleading, tidak begitu,” tegasnya.