JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Diskusi terbaru di Selular Business Forum (SBF) menggarisbawahi pentingnya penerapan kecerdasan artifisial (AI) dalam industri Indonesia yang sedang berkembang pesat.
Pembicaraan kali ini menyoroti bagaimana AI, khususnya dalam bentuk AI generatif, telah bertransformasi dari sekadar tren menjadi kebutuhan utama untuk pertumbuhan industri.
Ari Kurniawan, Deputy EVP Digital Technology and Platform Business Telkom, mengungkapkan bahwa penggunaan AI kini telah meluas di berbagai organisasi dan dalam kehidupan sehari-hari.
BACA JUGA:Acer Luncurkan Laptop Berteknologi AI Terbaru
BACA JUGA:Herwyn Minta Awasi Kecanggihan Teknologi AI
"Perusahaan yang tidak memanfaatkan AI kemungkinan akan tertinggal. Oleh karena itu, penguasaan AI kini menjadi keharusan," jelasnya dalam acara yang berlangsung di Jakarta sebagaimana dikutip jambiekspres.co dari Antara.
Namun, meski AI sudah banyak diterapkan, Ari mengingatkan bahwa Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan di tingkat regional Asia Tenggara.
Laporan Oxford Insight 2023 menempatkan Indonesia di urutan keempat dalam indeks kesiapan AI, setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Untuk mengejar ketertinggalan ini, Ari menekankan perlunya strategi nasional yang terintegrasi, termasuk investasi dalam riset dan pengembangan AI, pembangunan ekosistem digital yang solid, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
"Regulasi yang sesuai juga penting untuk memastikan bahwa AI memberikan manfaat ekonomi maksimal tanpa merusak struktur sosial," tambahnya.
Wijaya Kusumawardhana, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya, menyebutkan bahwa pemerintah sedang menyusun regulasi AI dengan hati-hati.
Setelah meluncurkan Surat Edaran Menkominfo nomor 9 tahun 2023 mengenai Etika Kecerdasan Artifisial, pemerintah berencana menerapkan aturan yang lebih ketat dengan pendekatan vertikal dan horizontal.
"Pendekatan vertikal akan mengatur sektor-sektor tertentu, sedangkan pendekatan horizontal mencakup pengaturan lintas kementerian," jelas Wijaya.
Para pelaku industri juga berbagi pandangan mereka selama diskusi. William Lim, CEO GLAIR, menyatakan bahwa AI telah mempercepat pertumbuhan bisnis tradisional, terutama dalam sektor layanan pelanggan.
"Customer support adalah area paling umum yang menggunakan AI, dengan 90 persen aplikasi. Bahkan, AI kini mulai menggantikan peran debt collector dengan menghubungi pelanggan secara langsung," paparnya.
Di sisi lain, Surandra Pohan dari Bank DKI menyebutkan bahwa AI telah menyederhanakan proses e-KYC (Know Your Customer) dan mendukung transformasi digital di banknya.
"Strategi kami dalam AI meliputi perencanaan bisnis, pelatihan sumber daya manusia, dan penerapan teknologi yang tepat," ujar Pohan. (*)