Negatif Campaign Bisa Gerus Elektabilitas pada Pilkada Serentak 2024 di Jambi

Senin 28 Oct 2024 - 22:41 WIB
Reporter : Faizarman
Editor : Adriansyah

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO- Negatif campaign atau kampanye negative sepertinya mulai masif terjadi jelang pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jambi 27 November 2024 mendatang.

Tidak hanya Pemilihan Gubernur (pilgub), negatif campaign juga menyasar para kandidat calon bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota. 

Buktinya media sosial seperti facebook, tiktok, Instagram ramai saling serang antara kubu yang bertarung. Bahkan beragam isu mewarnai percakapan panas di sejumlah grup WhatsApp. 

Negatif campaign tentu sah-sah saja sepanjang isi kampanye tersebut memang berdasar fakta. Namun sayangnya para pelaku kampanye negatif sering kebablasan sehingga sering berujung menjadi kampanye hitam yang dilarang.

Lantas seberapa besar negatif campaign bisa pengaruhi pemilih? Pengamat politik Dr. Arfai, SH., M.H menilai bahwa negatif campaign bisa berdampak buruk bagi kandidat yang tengah bertarung.

Meski tidak signifikan, kampanye kotor tersebut bisa merontokkan elektabilitas kandidat.

BACA JUGA:Survei LSI : Romi-Sudirman Diprediksi Ungguli Haris-Sani di Pilgub Jambi

BACA JUGA:Libatkan 477Pemilih, KPU Jambi Gelar Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilgub 2024

Iya, tentu bisa berpengaruh terhadap elektabilitas kandidat. Apalagi sekarang semua informasi mudah diakses oleh pemilih,” ujarnya, Senin (28/10) kemarin.

Dosen Universitas Jambi (Unja) ini mengatakan bahwa dengan masifnya media sosial dengan berbagai platform bisa mempengaruhi cara berpikir para pemilih dalam menentukan pilihannya.

Terlebih untuk daerah perkoataan yang memiliki akses mudah terhadap media sosial. Apalagi di daerah Kota, hampir tidak ada ruang yang tidak bisa disentuh oleh media sosial.

“Artinya di Kota bisa masif sekali. Namun untuk beberapa daearh yang sulit akses informasi, tentu tidak berpengaruh,” katanya.

Untuk di daerah perkotaan, negatif campaign ini akan menjadi klaster. Untuk masyarakat terdidik dan melek politik, akan lebih dominan melihat visi misi dan program kandidar. “Tapi untuk karekater masyarakat yang bukan terdidik dan tidak melek politik, ini yang lebih gampang terpengaruh,” jelasnya.  

Bagi para kandidat yang mendapatkan negatif campaign, kata Arfai, harus melakukan counter terhadap hal tersebut. Setidaknya ada beberapa aspek untuk mengurangi dampak negatif campaign yakni pertama melakukan netralisir terhadap informasi dengan jeda waktu yang tidak terlalu lama. “Subtansinya juga harus mengena, jangan membuat negative lagi terhadap pihak lain,” jelasnya. 

Meski begitu, kata Arfai, pihaknya mengingatkan bahwa negatif campaign ini bisa saja kebablasan hingga  menjadi black campaign atau kampanye hitam yang mengarah kepada fitnah dan hoax. “Tapi ini wilayahnya penyelenggara baik bawaslu maupun KPU agar memberikan memberikan pendidikan politik dan penindakan,” pungkasnya. (*)

Kategori :