Ketika ada informasi mengenai kekerasan, mereka juga menyiarkan berita itu melalui radio. Siaran berlangsung dari pukul 08.00, rehat pukul 12.00 siang, lalu berlanjut lagi sampai pukul 16.00.
Tak hanya pelajaran sekolah, radio itu juga menyiarkan dongeng anak, telewicara untuk perempuan, hingga promosi aneka produk UMKM karya ibu-ibu.
Radio yang dibangun atas kerja sama Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif (Kapal) Perempuan itu bisa menjangkau hingga jarak 2 kilometer ke pulau seberang yang masih susah sinyal.
Penduduk pulau dan para nelayan yang sedang berlayar mencari ikan bisa mendapatkan informasi dari radio Sipurennu FM tersebut.
Lokasi studio berada di kantor kecamatan. Ketika hujan deras mengguyur, mereka menghentikan siaran karena suara berisik hujan menembus ke dalam radio dan mengganggu para pendengar.
Listrik di pulau hanya menyala selama 12 jam setiap hari sehingga mereka harus menyalakan genset untuk melakukan siaran radio.
Meski fasilitas radio Sipurennu FM terbilang sederhana. Namun, alat komunikasi yang menggunakan gelombang radio sebagai pembawa sinyal itu punya peran besar dalam mengampanyekan program-program Sekolah Perempuan Muda, salah satunya pencegahan pernikahan anak usia dini.
Pernikahan bukan hal yang sederhana. Kasus pernikahan anak usia dini selalu menimbulkan kerugian pada pihak perempuan karena menghentikan langkah pendidikan, menimbulkan depresi, memicu kekerasan dalam rumah tangga, hingga meningkatkan potensi kematian ibu hamil.
Fitri berjuang tanpa henti mengampanyekan setop pernikahan anak usia dini agar anak-anak perempuan di Pulau Sabutung bisa berpartisipasi dalam pembangunan daerah tanpa terbebani oleh urusan keluarga.
Ketika Sekolah Perempuan Muda mendapat informasi ada keluarga yang mau menggelar pernikahan anak usia dini, mereka mendatangi orang tua yang mau menikahkan anaknya tersebut.
Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi amunisi ampuh dalam mengedukasi masyarakat agar tidak melangsungkan pernikahan anak usia dini.
Undang-undang yang disahkan pada 12 April 2022 itu melindungi anak dari pernikahan dini. Bagi orang yang menikahi anak dan melakukan pemaksaan atas nama budaya, diancam pidana penjara 9 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.
Ada sembilan bentuk kekerasan seksual yang dijelaskan dalam undang-undang TPKS, yaitu pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pembudakan seksual, dan penyiksaan seksual.
Regulasi itu tidak hanya mengatur tentang hukum acara dan sanksi pidana mengenai kekerasan seksual, tetapi lebih banyak mengatur tentang manfaat bagi korban kekerasan seksual.
Undang-undang TPKS mengatur mengenai pencegahan segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual; penanganan, pelindungan, dan pemulihan hak korban; koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah; dan kerja sama internasional agar pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual dapat terlaksana dengan efektif.
Selain itu, diatur juga keterlibatan masyarakat dalam pencegahan dan pemulihan korban agar dapat mewujudkan kondisi lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.