Fitri memandang ketika terjadi pernikahan anak usia dini, maka perempuan sering kali menjadi korban kekerasan dan dianggap hanya objek seksual pasangan.
"Mereka takut dengan hukuman itu. Pihak keluarga perempuan menelepon pihak keluarga laki-laki dan akhirnya pernikahan batal," ujarnya.
Hasilnya, dalam 3 tahun terakhir ini angka pernikahan anak usia dini menurun drastis. Bahkan, tahun lalu, pada 2023, pernikahan anak usia dini tercatat nihil di Pangkajene.
Para perempuan yang dulu takut bersuara dalam forum-forum masyarakat, adat, dan pemerintahan, kini mulai mendapat tempat yang setara dengan laki-laki. Berbicara di hadapan umum bukan lagi hal yang sulit bagi perempuan pulau.
Sekolah Perempuan Muda juga sering mendapatkan undangan khusus dalam musyawarah rencana pembangunan atau Musrembang. Para ibu dan perempuan muda Pulau Sabutung kini aktif terlibat dalam perkembangan perencanaan partisipatif untuk pembangunan daerah mereka.(ant)