Di setiap pos berjaga 3-5 orang petugas. Mereka mengarahkan dan mengantarkan jamaah yang kebingungan pulang ke hotel. Jamaah yang tidak bisa pulang umumnya karena lupa nomor pintu gerbang pagar yang dimasukinya yang terdekat dengan hotel.
Pintu gerbang pelataran dan pintu masjid memang dibedakan dengan penomoran sehingga mengingatnya menjadi mutlak agar tidak tersesat.
Tujuan Ziarah
Masjid Nabawi di Madinah Al Munawwarah memang tetap menjadi tujuan ziarah umat Islam di segala penjuru dunia setelah Ka'bah di Mekkah Al Mukaramah.
Mereka yang berhaji dan berumrah lazimnya 'mewajibkan' mengunjungi kedua tempat suci tersebut. Madinah dikunjungi sebagai bentuk penghormatan pada Nabi Muhammad dari jamaah yang telah datang ribuan kilometer ke Mekkah dari negerinya.
Nabi Muhammad memang sosoknya secara fisik tak pernah dijumpai manusia yang hidup di era modern. Namun, kerinduan pada Nabi Muhammad terpatri dalam setiap lubuk hati Umat Islam. Di dekat makam nabi, para jamaah mengucapkan salam kepada nabi, bersaksi atas kenabian Nabi Muhammad, serta berdo'a.
Di dalam Masjid Nabawi modern juga terdapat sebuah tempat yang disebut Raudhah atau taman surga. Dulu tempat itu merupakan area di antara mimbar Masjid Nabawi dengan rumah nabi.
Tempat itu menjadi favorit para jamaah untuk berdo'a sehingga untuk masuk ke dalamnya memerlukan izin khusus dengan kuota tertentu per hari.
Rumah nabi itu kini menjadi makam nabi. Di Masjid Nabawi modern, lokasi makam nabi dapat dikenali dari luar masjid karena di atasnya dibangun kubah berwarna hijau.
Umat Islam terus bershalawat pada Nabi Muhammad meskipun beliau sebagai manusia suci telah dijamin masuk surga. Bahkan Allah dan para malaikatnya juga bershalawat pada Nabi Muhammad.
Shalawat merupakan bentuk jamak dari shalat. Namun, shalawat di sini maksudnya adalah memuji, berdo'a, dan memuliakan Nabi Muhammad.
Shalawat juga bukan berarti mengkultuskan atau menuhankan. Shalawat yang disampaikan umat Islam bermakna memohon kepada Allah agar melimpahkan rahmat kepada Nabi Muhammad.
Posisi Allah sebagai Tuhan berada di atas Nabi Muhammad sehingga Umat Islam tidak terjebak kepada pengkultusan.
Dr. Nurcholis Madjid, cendikiawan Muslim Indonesia, pernah menjelaskan fenomena tersebut dengan sebuah metafora yang juga sering diajarkan para kyai di langgar-langgar di pedesaan.
Sosok nabi yang penuh dengan kemuliaan ibarat gelas yang telah penuh terisi oleh air. Sementara Umat Islam bagaikan piring yang menjadi tatakan gelas. Ketika gelas penuh tersebut diisi dengan air terus menerus, maka air itu akan tumpah meluber ke tatakan di bawahnya.
Pada konteks itu, ketika seseorang bershalawat untuk memuliakan Nabi Muhammad, maka kemuliaan dan keberkahan milik sang nabi akan kembali kepada orang yang bershalawat.