Air Mengalir Setinggi Atap Bersama Akar dan Batang Pohon Besar

BANJIR LAHARI DINGIN: Onggokan batu besar yang terbawa dari lereng gunung oleh derasnya banjir lahar dingin Gunung Marapi yang melanda Desa Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Kamis (16/5/2024). FOTO: ANTARA/M RIEZKO BIMA E--

Cerita Pilu Korban Banjir Lahar Dingin Gunung Marapi di Kabupaten Agam (1)

Derasnya banjir lahar dingin Gunung Marapi yang melanda Desa Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Sabtu  lalu (11/5/2024), menyisakan luka mendalam. Seperti apa ceritanya?

----

SEORANG pria datang dari kejauhan, menerobos keramaian dengan mengendarai sepeda motor bersespan kayu. Putaran roda kendaraan yang berpacu meninggalkan hembusan debu bagi setiap orang di belakangnya.

Sespan adalah sepeda motor dengan gandengan samping (beroda satu) untuk penumpang.

Setelah sekitar 500 meter melintasi jalan menurun yang berpasir, pria tersebut memarkirkan  kendaraan modifikasi seadanya itu tepat di depan onggokan batu-batu besar.

Warga setempat memanggilnya dengan nama sapaan Uda Eko. Sehari-hari bekerja sebagai buruh jasa angkutan barang dan belum lama ini resmi menjadi seorang ayah.

BACA JUGA:MU Terancam Tak Lolos ke Kompetisi Eropa

BACA JUGA:Azizah Salsha Betah Dengan Sang Suami

Dengan tangan menenteng karung, pria berkulit sawo matang ini bergegas menapaki batu-batu berdiameter 2-3 meter itu yang ternyata telah menutupi rumahnya.

Tatapan matanya tajam dan tak menghiraukan orang yang sibuk berlalu-lalang seraya tangan menggenggam gawai untuk merekam kondisi rumah yang hancur seolah-olah sebuah latar film perang dunia ke-2.

Di rumah kontrakan yang masih dipenuhi oleh lumpur dan tanah itu pula, Eko memungut sisa-sisa pakaian milik istri dan anaknya yang baru berusia 20 bulan.

Terus saja ia bekerja, memasukkan satu per satu kaos bermotif bunga matahari, kain terusan, daster dan boneka beruang merah muda itu ke dalam karung.

Namun dibalik sikap dingin dari pria berusia 27 tahun ini tersimpan suasana sendu. Betapa tidak, bibirnya bergetar saat mengatakan pakaian itu harus segera diantarkan sore itu juga ke posko pengungsian di mana Meli dan Syifa -- nama istri dan anaknya -- berlindung dan tak memiliki pakaian ganti sejak lima hari yang lalu.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan