Kamis, 05 Des 2024
Network
Beranda
Berita Utama
Terkini
Disway
Jambi Bisnis
Jambi Raya
Metropolis
Olahraga
Pendidikan
Hiburan
Advertorial
Society
Opini
Buser
Nasional
Internasional
Politik
Gaya Hidup
Viral
Network
Beranda
Hiburan
Detail Artikel
Beliau dan Televisi
Reporter:
|
Editor:
Adriansyah
|
Minggu , 26 Nov 2023 - 19:13
Dedi Saputra--
beliau dan televisi oleh : dedi saputra lelaki yang biasa dipanggil datuk mangku oleh anak saya itu, masih betah di depan layar televisi yang menayangkan berita macam-macam. terkadang terbersit juga kejengkelan di hati saya. pasalnya, kalau sedang nonton tv, telinganya seperti benar-benar budek. saya tahu istri saya juga menyimpan kedongkolan yang tidak ditampakkannya. karena dia sadar, beliau itu bapak saya. kami memboyong beliau ke rumah kami, beliau senang. sebenarnya abang saya pernah mengajak tinggal bersama mereka tetapi beliau tidak mau. abang saya mengerti, barangkali beliau tidak ingin jauh dari makam istrinya. perihal penyakit yang dideritanya, sering beliau umbar-umbarkan kepada saya, istri, dan anak saya, tias. “aku dan mbahmu itu penyakitnya sama, asma. aku yakin tuhan bakal memanggil aku nanti dengan cara yang sama,” katanya kepada tias. biasanya istri saya buru-buru menyambar, “jangan gitu, pak. tidak baik. bapak sehat-sehat saja, kok.” istri saya memang pintar kalau urusan membesarkan hati beliau. itulah mungkin alasan beliau betah di rumah kami. beliau sekarang tergila-gila benar dengan televisi. selesai sembahyang magrib beliau langsung duduk di depan tv. ini yang terkadang membuat anak saya merengek karena acara kesukaannya dialihkan ke siaran berita. “kakek nonton channel orang tua terus,” kata tias ketus. istri saya memberinya pengertian. kendatipun cucunya merengek minta diputarkan kanal kesukaannya, beliau cuek saja. khidmat mendengarkan pembawa berita yang cantik dan tampan menyampaikan beragam kejadian. akhir-akhir ini saya sering mendapat laporan dari mang dollah, tetangga saya yang berjualan bakso. katanya, beliau itu kalau saya pergi kerja kerap keluar rumah, ngobrol di kedai kopi wak mun yang tidak terlalu jauh dari rumah saya. sungguh saya khawatir kalau beliau sering keluar rumah. beliau itu sudah uzur. saya takut tiba-tiba asmanya kumat. kata mang dollah, kalau beliau bosan di kedai kopi, beliau pergi ke bengkel las si johan yang lebih jauh dari kedai kopi wak mun. astaga, saya semakin cemas mendengarnya. “asal kau tahu saja, ya, beliau itu sekarang doyan ngomong,” kata mang dollah sambil mengepulkan asap rokoknya di depan muka saya. saya menanti omongannya yang terpotong. “yang beliau omongkan itu berita-berita yang beliau tonton di rumahmu.” mang dollah menahan tawa. saya agak kesal, jelas dia menertawakan perangai beliau. tapi saya tetap diam menanti apa lagi yang mungkin dia ketahui tentang beliau. pikiran saya tiba-tiba sampai ke rumah, teringat istri saya. kenapa dia tidak pernah bilang kalau mertuanya itu sering keluyuran. tidak tahu? mustahil. benar saja, ketika sampai di rumah saya menanyakan perihal beliau seperti cerita mang dollah. istri saya bilang beliau membohonginya. beliau bilang mau ke musala dekat rumah kami. beliau bilang mau membersihkan kotoran cecak, menggebuk karpet yang berdebu. istri saya baru tahu ternyata dia dibohongi. istri saya cemberut dan meninggalkan saya. mungkin dia merasa kesal kepada saya karena menganggapnya tidak memperhatikan beliau. hari berikutnya ketika pulang kerja, saya sengaja mampir di tempat mang dollah. saya berniat akan membeli seporsi baksonya. namun tidak saya sangka mang dollah langsung membuka omongan duluan. “pas sekali pak dedi mampir. itu lho, pak. ayah bapak. tadi pagi hampir berkelahi dengan wak mun.” “astaga. apa pasalnya, mang?” saya kaget betul mendengarnya. “ayah pak dedi itu sepertinya keracunan televisi, pak,” kata mang dollah sambil memasukan cabai rawit giling ke dalam kuah bakso saya. “itu lho, pak. berita pembunuhan jendral iran oleh amerika itu jadi pasalnya.” astaga, kenapa pula berita begituan menjadi urusan beliau. sampai dia yang nyaris berperang dengan wak mun. mulanya beliau membuka pembicaraan mengenai amerika, negara adikuasa yang menembak mati jendral besar iran. negara yang sudah lama menjadi musuhnya. iran karena tidak terima atas matinya jendral mereka, mengumumkan rencana balas dendam. mereka memberi tawaran hadiah sekian triliun kepada siapa saja yang bisa memenggal leher pelakunya. beliau setuju dengan wacana itu. lain halnya dengan wak mun yang menentang keras tindakan balas dendam begituan. “biadab itu namanya. kepala manusia kok diperjualbelikan,” kata wak mun. “lah, yang memulai kebiadaban siapa?” tanya beliau. perdebatan pasal kepala itu seperti tak ada ujungnya. wak mun yang umurnya lebih muda dari beliau tidak mau mengalah. ia tetap menyalahkan pihak yang menawarkan uang triliunan untuk membunuh. itu mengundang kejahatan-kejahatan selanjutnya. ini sama saja menambah kegaduhan global. beliau tetap ngotot kalau nyawa harus dibalas nyawa. tidak ada cara lain. lagi pula yang dibunuh bukan orang sembarangan, tegas beliau. “kalau itu menimpa keluarga sampean, bagaimana? mustahil sampean tidak menuntut balas. pasti sampean tidak puas dengan hukuman yang dijatuhkan pengadilan kepada pelakunya. jangan sok bijak, deh,” kata beliau sambil tertawa geli. karena merasa diremehkan wak mun menggebrak meja. mengeluarkan kata-kata kasar. beliau tidak mau kalah garang. beliau berdiri berkacak pinggang, wajahnya menantang. untunglah salah satu tetangga yang kebetulan berada di kedai wak mun berbaik hati mengantar beliau pulang. “saya tidak lihat langsung kejadiannya, pak dedi. tetangga kita yang mengantar beliau itu bercerita kepada saya,” jelas mang dollah. sesampai di rumah. istri saya menyambut seperti biasa. tias melingkarkan peluknya di pinggang saya. istri saya menawari minuman kepada saya. pasti dia tidak tahu apa yang terjadi kepada beliau pagi tadi. saya ingin kesal. tapi kekesalan saya kepadanya saya urungkan. ia menyodorkan segelas es teh ke hadapan saya. saat itu kepala saya jadi dingin. namun ketika saya mengalihkan pandangan saya ke ruang keluarga, kepala saya jadi panas kembali. di sana beliau sedang khusyuk menonton siaran berita. “tias, kamu suka film korea, kan? lihat tuh, kim jong-un sedang sakit, kamu nggak ikutan sedih?” tias memandang saya, tertawa cekikikan. kepala saya sedingin es teh buatan istri saya. saya ingin mendekati beliau dan memeluknya, namun batuk beliau lebih dulu menyergap. tarikan napasnya semakin berat. asma beliau kumat. biodata penulis dedi saputra, lahir di kuala tungkal, 1995. bekerja sebagai guru di sma it ash-shiddiiqi jambi. menyukai cerpen dan puisi. bisa dihubungi melalui posel dedy072@gmail.com dan instagram @dedisaputra1227
1
2
3
»
Tag
# beliau dan televisi
Share
Koran Terkait
Kembali ke koran edisi Jambi Ekspres 27 NOvember 2023
Berita Terkini
Tangani 153 Pelanggaran Administrasi, 136 Pidana
Politik
2 jam
PSSI Belum Ajukan Proses Naturalisasi Ole Romeny, Ini Kata Menpora
Olahraga
3 jam
Pelaku Melarikan Diri Gunakan Kendaraan Dinas
Buser
4 jam
Latih Kader Posyandu Tingkatkan Kesehatan Gigi dan Mulut
Pendidikan
4 jam
KPK Tetapkan Tersangka Korupsi Pengolahan Karet Kementan
Buser
4 jam
Berita Terpopuler
KPK Bongkar Korupsi di Pekanbaru, Pj Wali Kota Jadi Tersangka
Terkini
19 jam
Waspada! Karang Gigi Bisa Ancam Kesehatan Anda dan Jangan Sepelekan, Ini Bahayanya
Kesehatan
10 jam
Kemenangan Pramono-Rano Menunjukkan Kampanye Seksis Tidak Diterima Publik
Terkini
12 jam
Siklon Tropis Picu Hujan Deras dan Petir di Beberapa Wilayah Indonesia
Terkini
16 jam
KPU Siapkan Dua Pilihan untuk Pilkada Ulang setelah Kemenangan Kotak Kosong
Politik
10 jam
Berita Pilihan
Perhatikan Pemilihan Produk Perawatan untuk Bayi
Kesehatan
6 hari
Makanan Bersantan Sebaiknya Tidak Dipanaskan Berulang, Ini Saran Dokter
Gaya Hidup
4 minggu
Ko Apex Kekasih Dinar Candy Jalani Sidang Perdana Kasus Pemalsuan Dokumen dan Penggelapan
Buser
2 bulan
VIRAL! Siswi SMP di Kota Jambi jadi Korban Perundungan, Disundut Rokok hingga Disiram Minuman
Buser
2 bulan
Investor Mesti Kebut Jalan Khusus, Walau Ada Hambatan di Pembebasan Lahan
Berita Utama
2 bulan