Sinergi dalam Rantai Pasokan Pangan Kunci dalam Pengendalian Inflasi

Minggu 04 Aug 2024 - 12:15 WIB
Reporter : Muhammad Akta
Editor : Muhammad Akta

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.C)- Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menegaskan pentingnya sinergi antar semua pihak dalam rantai pasokan pangan, dari hulu hingga hilir, sebagai strategi kunci untuk mengendalikan inflasi.
“Sebagaimana instruksi Presiden Joko Widodo, pengelolaan ekosistem pangan nasional harus dilakukan secara terintegrasi. Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, BUMN, BUMD, dan berbagai asosiasi adalah langkah penting dalam upaya ini,” ujar Arief dalam pernyataannya di Jakarta.

BACA JUGA:Harga Pangan Terbaru, Harga Cabai Merah dan Beras Stabil di Level Tinggi

BACA JUGA:Update Terbaru! Harga TBS Sawit Provinsi Jambi Awal Agustus Melonjak
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 1 Agustus, terjadi penurunan inflasi pada komponen pangan bergejolak.

Inflasi untuk volatile food, yang meliputi beras, cabai rawit, dan cabai merah, menurun menjadi 3,63 persen per Juli 2024, turun dari 5,96 persen sebelumnya.
“Penurunan inflasi volatile food ini menunjukkan hasil yang positif dibandingkan dengan Maret 2024, yang mencapai 10,33 persen. Ini adalah indikasi bahwa pengendalian inflasi pangan semakin baik dan berada dalam rentang target pemerintah, yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen,” jelas Arief.
Arief juga mencatat bahwa inflasi volatile food di bulan Juli mendekati target pemerintah berkat peningkatan pasokan dan intervensi pasar.

BACA JUGA:Penurunan Harga Bitcoin Jadi Kesempatan untuk Strategi Investasi

BACA JUGA:Harga Emas Antam Turun Tipis Menjadi Rp1.431.000 per Gram

“Kami optimis bahwa kondisi ini akan terus membaik,” tambahnya.
Secara bulanan, komponen pangan bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,92 persen, dengan kontribusi 0,32 persen terhadap inflasi total.

Beberapa komoditas yang berkontribusi pada deflasi termasuk bawang merah, cabai merah, tomat, daging ayam ras, bawang putih, dan telur ayam ras.
Arief sepakat dengan Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, bahwa deflasi tidak selalu mencerminkan penurunan daya beli.

“Deflasi bisa terjadi karena pasokan yang melimpah meskipun permintaan tetap stabil,” katanya.
Mengenai beras, produksi puncak tercatat pada April 2024 sebesar 5,31 juta ton, menurun pada Mei menjadi 3,61 juta ton, dan lebih rendah lagi pada Juni dengan 2,06 juta ton.

BACA JUGA:Harga Cabai di Batanghari Alami Kenaikan Signifikan

BACA JUGA:Saatnya Harga BBM Nonsubsidi Disesuaikan

Namun, diperkirakan produksi beras akan meningkat kembali pada Juli hingga September 2024.
Untuk mengatasi lonjakan harga beras, pemerintah memulai penyaluran bantuan pangan pada awal Agustus.

Perum Bulog juga diberikan penugasan tambahan untuk menyerap 600 ribu ton beras lokal hingga akhir tahun.

Selain itu, program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras telah mencapai 922 ribu ton per akhir Juli, sementara bantuan pangan untuk penanganan stunting, termasuk paket daging ayam dan telur, akan diperpanjang hingga Oktober.
Gerakan Pangan Murah (GPM) juga mengalami peningkatan signifikan, dengan 6.116 kegiatan di 477 kabupaten/kota dari Januari hingga awal Agustus 2024.

BACA JUGA:Harga Emas Antam Tetap Stabil di Rp1,404 Juta per Gram, Potongan Pajak Menyertai Transaksi Buyback

Kategori :