Hakim Nyatakan PT Timah Rugikan Negara Rp26 Triliun

Suasana sidang putusan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Sukartono menyatakan bahwa PT Timah Tbk. merugikan negara sebesar Rp26 triliun dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022.

"Sejak tahun 2015, PT Timah tidak lagi melakukan penambangan di wilayah penambangan darat, namun menampung bijih timah hasil penambangan ilegal dari 5 smelter dan afiliasi dalam wilayah IUP PT Timah," ucap Sukartono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.

Menurut Sukartono, para smelter dan afiliasi tersebut mengetahui bahwa penambangan di wilayah IUP PT Timah, yang seharusnya di luar IUP masing-masing perusahaan, adalah ilegal.

"Tidak diperbolehkan, namun PT Timah Tbk menyepakati untuk membeli timah hasil penambangan ilegal tersebut," ucap dia.

Kesepakatan tersebut diwujudkan melalui program kerja sama mitra pertambangan agar dapat membeli bijih timah dari penambang ilegal.

Berdasarkan catatan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016–2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, serta Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017–2020, Alwin Albar, kegiatan pengiriman bijih timah mencapai 5 persen, yang dikirim oleh smelter swasta.

"Seolah-olah legal, resmi, sebagai produksi dari program sisa hasil penambangan PT Timah," kata dia.

Sukartono menyebutkan bahwa PT Timah melakukan rekayasa program pengamanan aset cadangan bijih timah dan kegiatan pengiriman bijih timah sebanyak 5 persen yang dikirimkan oleh perseorangan maupun smelter swasta, seperti PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa ke PT Timah sejak tahun 2017–2018.

"Rekayasa ini menyebabkan pengeluaran PT Timah yang tidak seharusnya, yaitu sebesar Rp5.153.498.451.086 (Rp5 triliun)," ujarnya.

Lebih lanjut, Sukartono mengatakan bahwa program kemitraan jasa pertambangan antara PT Timah dengan mitra jasa pertambangan pemilik Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) sejak 2015–2022 yang melegalkan penambangan maupun pembelian bijih timah dari penambangan ilegal mengakibatkan pengeluaran PT Timah Tbk yang tidak seharusnya sebesar Rp10.387.091.224.913 (Rp10,3 triliun).

Kerugian tersebut juga berasal dari kelima smelter yang memperoleh timah mentah dengan cara mengumpulkan bijih timah ilegal dari kolektor-kolektor terafiliasi.

"Selain itu, perusahaan-perusahaan cangkang atau boneka dari 5 smelter mendapat SPK (surat perintah kerja) dari PT Timah untuk melakukan pembelian dari penambangan ilegal dalam wilayah PT Timah," tutur Sukartono.

Dalam kasus korupsi timah ini, tiga terdakwa diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun, yang meliputi kerugian atas aktivitas sewa alat, pembayaran biji timah, dan kerusakan lingkungan. (*)

Tag
Share